Lawak di Singgahsana
Di atas takhta,
mereka berdiri megah,
janji melangit, suara penuh gah.
“Kami datang untuk rakyat jelata!”
Tapi dompet sendiri yang penuh pertama.
Ketika dulu di
jalanan mereka berteriak,
“Reformasi!” suara nyaring bergegar petak.
Kini di kerusi empuk, mereka terdiam,
reformasinya hanya sekadar ilham.
“Penjimatan ini
hanya sementara,
demi ekonomi yang lebih ceria.”
Tapi rakyat hanya dapat bubur tawar,
sementara pemimpin makan kaviar.
Projek besar
dicanang seluruh kota,
tapi lubang jalan makin banyak pula.
“Ini bukan salah kami!” kata mereka bersahaja,
katanya lubang itu rezeki kontraktor juga.
Mesyuarat panjang
sampai lewat malam,
hasilnya? TikTok baru dengan tarian salam.
Strategi ekonomi dibincang serius,
rupanya cuma cari sudut kamera terfokus.
Pemimpin katanya
ada visi berani,
tapi lupa negara ada inflasi.
“Semua ini salah kerajaan lama!”
Walau mereka sudah 10 tahun lama di sana.
Rakyat geleng
kepala, hati semakin luka,
namun masih menunggu, siapa tahu ada perubahan jua.
Tapi di hujung hari, tetap sama juga,
pemimpin berganti, lawaknya serupa.
Jadi kami tertawa
dalam kepayahan,
menyaksikan lawak dalam pemerintahan.
Kerana jika hidup ini tak dapat kaya,
biarlah komedi politik menghibur jiwa.
Comments